Ide Cerita Film Horror : SANG PENGANTIN IBLIS

ide cerita film horror

Di sebuah desa terpencil bernama Desa Kerta, sebuah tradisi kuno yang mengerikan telah berlangsung selama beberapa generasi. Setiap kali seorang bayi perempuan lahir dalam garis keturunan keluarga Wiryo, ia harus dikorbankan untuk mencegah datangnya malapetaka. 

Bagian I: Kutukan di Desa Kerta

Kisah ini bermula 40 tahun lalu, saat seorang wanita bernama Mbah Ratu menerima sebuah penglihatan. Ia melihat sosok Dewi Kali, sang dewi kehancuran dan perlindungan, yang memberinya amanat untuk menjaga keseimbangan alam. Namun, amanat ini disalahartikan oleh manusia. Mbah Ratu dipaksa memimpin ritual sesat, mengorbankan seorang bayi perempuan di bawah pohon tua yang keramat. Darah sang bayi meresap ke dalam tanah, di mana terkubur jasad bayi-bayi perempuan yang dikorbankan sebelumnya.

Di balik tragedi itu, Joko, kakak laki-laki dari Suharno, menghasut para warga bahwa pengorbanan itu adalah cara untuk mencegah kutukan. Ia berhasil membuat Mbah Ratu diasingkan dari desa. Sejak saat itu, tradisi mengerikan ini terus berlanjut di bawah kendali Joko.

Bagian II: Kepulangan yang Tragis

Kisah berlanjut 40 tahun kemudian. Suharno, yang telah lama meninggalkan Desa Kerta karena menolak tradisi leluhurnya, kini hidup bahagia di kota sebagai seorang guru. Ia memiliki seorang istri, Ningsih, dan seorang putri yang cerdas, Santi. Suharno selalu menyembunyikan masa lalunya dari keluarganya, terutama tentang kutukan mengerikan di kampung halamannya.

Suatu malam, Suharno mendapat kabar bahwa ayahnya sekarat dan ingin bertemu dengannya. Meskipun enggan, Suharno akhirnya memutuskan untuk kembali ke Desa Kerta sendirian. Namun, ia terlambat. Sang ayah telah meninggal. Di sana, Joko memberitahu Suharno bahwa ia kini mewarisi rumah keluarga, sebuah rumah besar yang terkutuk. Suharno menolak warisan itu dan meminta Joko untuk menjualnya, lalu segera kembali ke kota.

Namun, dalam perjalanan pulang, sebuah keanehan terjadi. Tiba-tiba, Suharno melihat pohon tua keramat di desa itu yang digambar oleh Santi di sebuah tablet. Ia terkejut, karena Santi belum pernah ke sana. Sebelum sempat bertanya, pohon itu hidup dan menyerang mobilnya. Suharno tewas dalam kecelakaan mengerikan itu.

Bagian III: Ancaman Baru di Desa

Ningsih, yang kini janda, diberitahu Joko tentang kecelakaan suaminya. Saat itulah Joko baru tahu bahwa Suharno memiliki seorang putri. Joko mengatakan bahwa Suharno telah mewariskan rumah keluarga kepadanya, dan seorang pembeli potensial ingin bertemu langsung dengan Ningsih. Meskipun ragu, Ningsih akhirnya memutuskan untuk pergi ke Desa Kerta bersama Santi.

Sesampainya di sana, Santi bertemu Dipika, anak dari juru kunci desa. Keduanya langsung akrab. Namun, saat Santi menunjukkan gambar pohon keramat di tabletnya, Dipika terkejut. Dipika melarang Santi mendekati pohon itu, tapi Santi yang penasaran tetap memaksa. Santi pun pergi ke sana bersama Dipika. Di sana, mereka dikejutkan oleh kedatangan Ningsih dan ibu Dipika yang panik. Ibu Dipika langsung mengurung Dipika di kamarnya setelah menyadari Dipika sudah mulai mengalami menstruasi.

Ternyata, Dipika hilang malam itu. Kejadian ini membuat heboh warga. Polisi bernama Inspektur Sekar yang baru ditugaskan di sana, menjadi bingung. Warga menjelaskan bahwa hilangnya gadis-gadis yang baru mengalami menstruasi adalah hal yang biasa. Mereka percaya ada iblis yang menculik mereka, namun akan kembali dalam beberapa hari.

Bagian IV: Penglihatan dari Sang Dewi

Ningsih yang ketakutan mencari tahu tentang mitos di desa itu. Ia mendengar kisah dari warga tentang pertarungan antara Dewi Kali dan iblis Asma Saja. Diceritakan, Asma Saja dikurung di dalam pohon tua itu setelah dikalahkan. Namun, ia menanamkan benih iblisnya ke dalam gadis-gadis yang baru mengalami menstruasi, berharap kelak keturunannya akan membalas dendam kepada Dewi Kali. Keturunan keluarga Wiryo diberkahi kekuatan Dewi Kali, namun juga menjadi sasaran utama iblis itu.

Malam itu, Ningsih tiba-tiba mendapat penglihatan dari Dewi Kali dan suaminya, Suharno. Dalam penglihatan itu, Suharno memberinya sebuah petunjuk: "Sang iblis hanya bisa dihancurkan oleh darah putrinya dan berkat Dewi Kali." Ningsih akhirnya percaya pada mitos ini dan tahu bahwa Santi dalam bahaya.

Malamnya, Santi merasakan sakit di perutnya, tanda menstruasi pertamanya. Pada saat yang sama, Dipika yang dirasuki iblis datang dan membawa Santi ke hutan. Ningsih yang terbangun menyusul mereka. Di bawah pohon tua, ia melihat sekelompok gadis lain yang juga dirasuki iblis. Ningsih mencoba menyelamatkan Santi, namun gagal.

Bagian V: Pertarungan dan Penebusan

Di sebuah gubuk, Ningsih terbangun dan bertemu dengan Mbah Ratu, yang telah diasingkan. Mbah Ratu menjelaskan bahwa ia tidak pernah membunuh bayi-bayi itu. Justru Joko lah yang melakukannya, memanfaatkan ketakutan warga. Joko adalah "Sang Pengantin Iblis", yang bersekutu dengan Asma Saja demi kekuasaan. Mbah Ratu menyuruh Ningsih untuk melakukan ritual dan menerima kekuatan Dewi Kali untuk mengalahkan Asma Saja.

Setelah menerima restu Dewi Kali, Ningsih kembali ke hutan. Di sana, ia berhadapan dengan Asma Saja yang merasuki tubuh Joko. Pertarungan sengit terjadi. Ningsih yang dibekali kekuatan dewi berhasil mengalahkan Joko dan membakar benih iblis Asma Saja yang ada di dalam tubuhnya.

Namun, Ningsih melihat benih itu sudah ditanam di dalam rahim Santi. Ia dihadapkan pada pilihan sulit: mengorbankan putrinya untuk menyelamatkan dunia. Saat Ningsih mengayunkan pedangnya, Mbah Ratu menghentikannya. Mbah Ratu menjelaskan bahwa berkah Dewi Kali bukanlah untuk membunuh, melainkan untuk melindungi. Dewi Kali sendiri yang akan menghancurkan benih iblis itu.

Akhirnya, Dewi Kali menampakkan diri dan menghancurkan semua benih Asma Saja, memulihkan kedamaian di desa. Ningsih dan Santi kembali ke desa, disambut warga yang menyambut mereka dengan penuh haru. Cerita berakhir dengan Mbah Ratu yang kembali dihormati, dan desa Kerta yang terbebas dari kutukan.

"Apa judul lain yang menurut kalian lebih cocok untuk cerita ini? Berikan idemu di kolom komentar!"

Posting Komentar

0 Komentar